Di teras rumahku ku duduk terdiam
sendiri, memikirkan jawaban apa yang harus aku berikan kepadanya. Rasa bahagia,
aneh, serta tak menyangka hari itu ku rasakan. Ku selalu terbayang kata-kata
yang membuatku bingung harus bagaimana. Di dalamkelas kejadian itu berlangsung
dia menyatakan perasaannya padaku.
“Rin kamu mau ga jadi pacar aku?”
“kamu bercanda yah?”
“aku serius Rin aku saying sama kamu”
“udah lah van kamu itu Cuma bercanda”
“ak benar-benar serius Rin”
Ku terdiam sejenak.
“ya udah kalo belum ada jawabannya aku tunggu jawabannya
besok”
Dia pun pergi meninggalkan ku, aku
segera pulang ke rumah. Sore hari dia menelponku, ku hanya terdiam tak
mengangkat telpon dari dia. Tiga kali dia menelpon ku berturut-turut dia pun
mengirim pesan singkat lewat sms.
“Rin gimana udah ada jawabannya?”
Aku tak membalas smsnya. Malam harinya dia menelponku lagi.
Kali ini aku mengangkat telponnya.
“halo”
“halo Rin. Tadi krnapa aku nelpon ga di angkat?”
“oh, maaf aku lagi tidur tadi”
“oh, kirain apa. Oh ya, gimana udah ada jawabannya belum?”
“kan besok
van?”
“kalo udah ada sekarang juga gpp ko. Lebih cepat lebih baik hhehe”
“kalo udah ada sekarang juga gpp ko. Lebih cepat lebih baik hhehe”
“emh, kamu bercanda apa serius sih?”
“aku serius Rin kamu ga percaya?”
“engga, aku bingung aja padahal di kelas kita sama-sama cuek.
Tapi kenapa kamu bisa suka sama aku?”
“itu kan perasaan Rin”
Malam itu kita ngobrol sampai larut malam.
Keesokan harinya dia menjemputku di
rumah, aku kaget dia terus menanyakan jawaban itu. Dan akhirnya aku menjawab
kalo aku mau jadi pacarnya. Hari itu hari pertama aku berangkat bareng ke
sekolah bareng dia. Meskipun kita udah pacaran namun sikap kita masih sama
seperti sebelum kita pacaran. Banyak teman-teman yang tak percaya dan tak
menyangka kalau aku dan Irvan bakal jadian. Hari-hari ku lewati bersamanya.
Setiap hari aku di antar jemput oleh Irvan. Srminggu kita jadian dia semakin
perhatian sama aku.
Hari minggu dia mengajakku main ke
suatu tempat. Akupun pergi bersamanya. Sesampainya di sana aku sangat bahagia
dia mengajakku ke tempat yang sangat indah. Disana kita main sampai sore.
Karena hari semakin sore kita memutuskan untuk pulang dia mengantar ku pulang.
Semakin hari kita pacaran semakin sering kita main bersama. Karena sering
pacaran aku dan Irvan pun jadi jarang belajar sampai nilai-nilai ku di sekolah
menjadi menurun. Orang tuaku yang
mengetahui hal itu langsung menyuruhku memutuskan Irvan. Aku bingung harus
bagaimana aku pun berbicara kepada orang tuaku. Aku berjanji jika dalam
seminggu ini nilai-nilai ku tidak berubah aku akan memutuskan Irvan. Aku pun
berusaha memperbaiki nilai-nilaiku. Ternyata aku berhasil memperbaiki semua
itu, aku seneng banget karena masih bisa pacaran sama Irvan.
Dua minggu pacaran hubungan kita
semakin dekat. Tepat pada hari ke 25 kita jadian Irvan mengajakku pergi
jalan-jalan. Sepanjang jalan ku melihat dia seperti orang kebingungan.
Berkali-kali ku bertanya padanya tapi dia hanya diam.
“van kamu kenapa?”
“aku gpp ko Rin”
“kamu lagi mikirin apa ? kamu ada masalah?”
“engga ga ada apa-apa”
“aku tau van sifat kamu, kalau kamu gini pasti kamu lagi ada
masalah. Cerita dong van?”
“oke aku akan cerita, tapi aku minta kamu jangan marah
apalagi benci sama aku. Aku ga mau kamu gitu”
Aku semkin penasaran dengan masalah
dia sampai-sampai dia bicara seperti itu.
Kita pun langsung pergi dari tempat itu menuju ke sebuah taman bunga di
sana ia mulai menceritakan semua masalahnya.
“Rin, aku ga bisa bicara ini sama kamu”
“emangnya mau bicara pa sih van?”
“aku bingung Rin”
“bingung kenapa van?”
Irvan hanya terdiam tak mengeluarkan
satu kata pun. Saat itu keadaan mulai sepi. Agar tak sepi aku mengajaknya
foto-foto berdua. Indah sekali saat itu. Namun suasana yang tadinya indah
berubah menjadi sedih setelah dia mengungkapkan inti permasalahannya kepadaku.
“Rin sebenernya aku ngajak kamu kesini karena aku….”
Berhenti sejenak.
“karena apa van?”
“aku mau kita putus”
“kenapa van? Kamu serius?”
“sebenarnya dari 3 hari yang lalu aku udah ga cinta sma kamu”
Aku tak berkata apa-apa, sakit
rasanya mendengar dia berkata seperti itu. Aku hany terdiam. Ini seperti mimpi
aku berusaha bangun dari mimpi ini tapi ini bukan mimpi ini kenyataan yang
benar-benar sedang terjadi. Lalu dia melanjutkan berbicara.
“dan sebenarnya 3 hari yang lalu juga aku udah jadian sama
Indah”
Aku tak bisa bicara apa-apa lagi. Saat itu ingin sekali aku
menamparnya tapi aku tak mau mrnyakitinya seperti dia menyakiti aku. Saati itu
aku langsung berlari mrnjauhi dia sambil menangis. Dia pun mengejarku dan
menarik tanganku.
“kamu mau kemana Rin? Plis aku mohon janga marah”
“udah lah kamu udah jadian kan sama Indah! Jadi buat apa aku
ada di sini? Aku nerima kamu mutusin aku tapi aku kecewa sama cara kamu”
‘tapi Rin, aku minta maaf”
“udah lah ga udah minta maaf hati aku udah terlanjur sakit”
Aku pun pergi berlari menjauhi tempat
itu aku marah, kecewa tapi aku tak bisa melakukan apa-apa. Aku harus nerima
semua keadaan ini. Aku tak mau mengingat dia lagi. Aku tak ingin terjebak di
dalam kenangan masa lalu ku bersamanya. Meskipun rasa cinta ini begitu besar,
namun aku akan berusaha melupakan cintanya yang hanya 22 hari.
0 komentar:
Posting Komentar